Beranda | Artikel
Dien dan Iman
Sabtu, 24 Juli 2021

Bersama Pemateri :
Ustadz Yazid Abdul Qadir Jawas

Dien dan Iman adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas pada Sabtu, 15 Dzulqa’dah 1442 H / 26 Juni 2021 M.

Kajian Tentang Dien dan Iman

Masalah iman atau kufur adalah masalah yang besar. Yang pertama kali terjadi fitnah adalah masalah ini pada kelompok Ahlus Sunnah dengan Khawarij.

Termasuk prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah bahwa dien dan iman adalah perkataan dan perbuatan, artinya perkataan hati dan lisan, amal hati, lisan dan anggota tubuh. Iman itu bertambah dengan ketaatan dan berkurang karena perbuatan dosa dan maksiat.

Ini merupakan prinsip yang besar dari prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah tentang iman.

Prinsip Ahlus Sunnah tentang iman

Prinsip Ahlus Sunnah tentang iman adalah sebagai berikut:

Pertama, iman adalah meyakini dengan hati, mengucapkannya dengan lisan dan mengamalkannya dengan anggota badan. Adapun orang yang mengucapkan dia beriman dan mengamalkan, tapi jika hatinya tidak meyakini, maka mereka adalah orang-orang munafik. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَمِنَ النَّاسِ مَن يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَمَا هُم بِمُؤْمِنِينَ

Di antara manusia ada yang mengatakan: ‘Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian,’ padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Baqarah[2]: 8)

Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan ciri mereka:

…وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَىٰ يُرَاءُونَ النَّاسَ…

Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka riya’ kepada manusia.” (QS. An-Nisa[4]: 142)

Kedua, amal perbuatan -amalan hati dan amalan anggota badan- adalah termasuk hakekat iman. Ahlus Sunnah tidak mengeluarkan amalan sekecil apapun juga dari hakekat iman ini, apalagi amalan-amalan besar dan agung.

Ketiga, bukan termasuk pemahaman Ahlus Sunnah bahwa iman adalah pembenaran dengan hati saja! Atau pembenaran dengan pengucapan lisan saja! Tanpa amalan anggota badan! Dan barangsiapa berpendapat demikian, maka ia telah sesat dan menyesatkan. Sesungguhnya pemahaman seperti ini berasal dari kejelekan faham kaum Murji’ah.

Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid menjelaskan bahwa Murji’ah adalah firqah yang sesat, madzhab yang jelek dan batil. Mereka tidak berjalan diatas pemahaman Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan tidak termasuk dari Ahlus Sunnah. Akan tetapi kita tidak mengeluarkan mereka dari agama. Sebagaimana dijelaskan yang demikian oleh Imam Ahmad dan dinukil oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.

Keempat, iman memiliki cabang-cabang serta tingkatan-tingkatan. Sebagian di antaranya jika ditinggalkan, maka menjadikan kufur, sebagian yang lain jika ditinggalkan adalah dosa (kecil atau besar), dan sebagian yang lain jika ditinggalkan akan menyebabkan hilangnya kesempatan memperoleh pahala dan menyia-nyiakan ganjaran.

Kelima, iman dapat bertambah dengan ketaatan hingga mencapai kesempurnaan, dan dapat berkurang karena kemaksiatan hingga sirna dan tidak tersisa sedikit pun.

Keenam, Kebenaran dalam masalah iman dan amal ini, serta hubungan timbal balik antara keduanya dari segi keterkaitannya -kurang atau lebihnya, tetap atau sirnanya- terdapat dalam kandungan pembicaraan Syaikhul Islam, yakni: “Asal iman dari dalam hati, yakni ucapan dan amalan hati, berupa pengakuan, pembenaran, cinta dan kepatuhan. Apa yang berada dalam hati maka sebagai konsekuensi yang dituntutnya (harus) terwujud dalam amalan anggota badan. Apabila ia tidak mengamalkan konsekuensi dan tuntutan iman tersebut (maka hal itu menunjukkan tidak adanya atau kurangnya iman). Karena itu pengamalan lahiriyah merupakan konsekuensi dan tuntutan keimanan hati. Amalan lahiriyah itu adalah salah satu cabang dari keseluruhan iman muthlaq, dan merupakan bagian darinya. Namun apa yang berada dalam hati adalah asal (pokok) dari amalan lahiriyah anggota badan.” (Lihat Majmuu’ Fataawaa (VII/644) oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.)

Sirnanya iman muthlaq -yakni kesempurnaannya- tidak otomatis menghapus muthlaqul iman (pokok iman). Hal ini dibenarkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah dalam beberapa tulisan beliau.

Ketujuh, penggunaan istilah ‘Syarat Kesempurnaan’ (Syarthul Kamal) -yang sekarang banyak dibicarakan oleh sebagian kalangan- adalah istilah baru yang tidak ada di dalam Al-Qur’an, As-Sunnah, maupun ucapan Salafush Shalih dari tiga generasi pertama yang terbaik (Sahabat, Tabi’in dan Tabiut Tabi’in).

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download dan simak mp3 kajian yang penuh manfaat ini.

Download Mp3 Kajian Dien dan Iman


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/50447-dien-dan-iman/